Rabu, 21 Januari 2015

the friend zone

http://www.hipwee.com/hubungan/untukmu-yang-sedang-bimbang-karena-jatuh-hati-pada-sahabat-sendiri/







 Pasti aneh rasanya. Mendeteksi bergesernya perasaan dalam dada terhadap orang yang telah mendampingimu sekian lama. Dia yang selama ini kamu sebut sebagai sahabat perlahan berubah posisinya. Ada rasa hangat setiap memandang matanya, ada rindu yang tak tertahankan setiap kalian harus berpisah lama.
Kamu takut gegabah jika menyebut ini cinta. Tapi rasa dalam dada tak lagi bisa dihiraukan begitu saja. Menjalani hubungan persahabatan yang berselubung cinta memang banyak seninya.
Tak jarang kamu bertanya-tanya, setengah memaki: “Kenapa aku harus jatuh hati pada sahabat sendiri? Seakan tak ada orang lain lagi di dunia ini.”
Tapi cinta memang tak bisa diminta datang dan pergi sesuka hati. Bagaimanapun kamu bersyukur karena hatimu berlabuh kepada dia yang segala tabiatnya telah kamu pahami. Di sisi lain ada setitik takut di hatimu karena kamu tak ingin persahabatan kalian pecah, hancur berserak, dan mati.


Dia adalah orang yang sama yang jadi saksi mata kenakalanmu semasa SMA. Bersamanya sudah kamu tuntaskan semua kegilaan masa muda
Dia bukan orang asing dalam hidupmu. Kalian bisa jadi sepasang teman sebangku yang awalnya jengah duduk bersebelahan hanya karena urutan nomor absennya berdekatan. Kamu dan dia bisa juga sepasang partner di Lab Fisika yang selalu cekikan bersama setiap guru menjelaskan langkah praktikum.
Bersamanya kamu lewati masa muda bersama. Kalian sempat merasa jadi orang paling dewasa sedunia setelah mendapat izin boleh pacaran dari orang tua. Kamu dan dia pernah bolos bersama, contek-contekan di kelas berdua, berhutang di kantin karena uang jajan yang tak seberapa jumlahnya.
Dia adalah saksi hidup kenakalanmu yang kadang terasa tak masuk akal jika ditilik lagi hari ini sejarahnya. Dialah yang paling tahu keisenganmu, bau khas seragammu yang terpanggang matahari karena belum kenal parfum yang wangi, dia juga yang jadi saksi mata wajahmu yang belum terpapar bedak dan pemulas muka.
Dia, orang yang mengetahui dirimu hingga akar termuninya. Dan tanpa diduga, harus diakui bahwa kamu jatuh cinta.
Keberadaannya membuat semangatmu terpompa. Hanya bertemu sekilas saja sudah membuat hatimu berdebar tak jelas arahnya
Semangatmu akan terpompa ketika memantaskan diri di depan cermin dan memakai seragam. Langkahmu terasa ringan tanpa beban setiap kali memasuki gerbang sekolah yang sebelumnya selalu sukses membuatmu merasa enggan karena bosan. Berada di dalam kelas dengan guru yang menjelaskan materi yang menjemukan tidak serta merta membuatmu gampang merapalkan keluhan. Selalu ada dia yang menyejukkan.

Di titik ini kamu makin merasa tidak biasa.
Teman tidak menunggu pertemuan seperti kamu menantikan perjumpaan. Sahabat memang saling membutuhkan, tapi jika tak didampingi pun seharusnya kamu tidak merasa kehilangan.
Tapi kehadirannya memang menggenapkan — keberadaannya menenteramkan.
Kamu mulai harus berdamai dengan debar yang sering tiba-tiba muncul tanpa diundang. Menjumpainya tak lagi jadi kebiasaan kosong yang bisa dengan mudah dilupakan, perjumpaan dengannya perlahan jadi sungguh kamu nantikan. Tapi tetap saja, ada sumbatan yang menghalangi saluran tumpahan perasaan. Bagimu perasaan ini tak layak atau belum saatnya diungkapkan.

Sebisa mungkin kamu berusaha tetap biasa. Walau kini kegiatan sederhana macam bercanda dan berbagi gelak tawa sudah tak lagi sama rasanya
Kamu dan dia adalah sejawat yang memiliki frekuensi serupa dalam hal canda tawa. Tak jarang kalian berkelakar sepanjang hari, berbagi kelucuan yang hanya kalian berdua yang bisa memahami. Teman-teman di sekitar menganggap kalian freak karena menertewakan hal yang bagi mereka tak ada lucunya. Ah, peduli apa? Asal bersama dan bisa berbagi tawa semua perihal lain rasanya tak lagi penting di dunia.
Kamu sudah hapal di luar kepala bagaimana lengkung bibirnya terbentuk setiap kamu mengucapkan satu-dua kalimat canda yang sebenarnya sungguh garing tak ada duanya. Timpalannya yang lucu, balasannya yang kadang diselingi sipuan malu membuatmu merindu. Kegiatan sederhana macam ini sudah bisa membuatmu bahagia, mengetahui bahwa kamu adalah alasan di balik setiap gelak tawa yang keluar dari mulutnya.
Sekuat tenaga kamu berusaha menjalani hari dengan sewajarnya. Menempatkan diri sebagai sahabat terbaiknya sudah cukup membuatmu bahagia. Namun sungguh, sesungguhnya ada rasa yang tak lagi bisa dikategorikan sebagai biasa. Debar-debar itu harus segera menenmukan jawabannya.

Ada ragu dalam diri saat hendak mengungkapkan rasa yang sudah mengendap di hati sekian lama. Bagaimanapun, kamu tak ingin kehilangan sahabat terbaik yang sudah dihadiahkan oleh semesta

Memilih memendam perasaan lebih kamu junjung tinggi karena kamu ingin menjaga keutuhan persahabatan supaya tetap abadi. Kamu tidak ingin jalinan perkawanan dan persahabatan yang telah berjalan sekian lama dirusak begitu saja dengan perasaan indah bernama cinta yang kamu alami. Diam dan mengamatinya dari dekat merupakan sebuah anugerah yang seharusnya kamu syukuri tanpa perlu menuntut lebih dari ini.
Sesekali kamu berandai-andai apa rasanya jika hubungan kalian naik tingkat dari sahabat jadi kekasih yang selalu lekat. Akan bahagiakah? Penuh konflikkah? Sejalankah dengan impianmu yang sudah terpatri di kepala selama ini?
Tapi lagi-lagi, rasa ingin menjaga ikatan persahabatan memenangkan segala desakan perasaan. Kamu memilih jadi penahan rasa yang handal. Diam-diam kamu terus berdoa agar endapan rasa ini tak membuat hatimu bebal.
Entah sampai kapan perasaan ini harus disimpan. Toh bagimu berada di dekatnya sudah merupakan sebuah kemewahan. Lalu, apalagi yang pantas dikeluhkan?



Hampir setiap hari bertemu dan berada dengan jarak yang berdekatan sudah menjawab doa malam yang selalu kamu panjatkan. Menjadi penjaga dan penghiburnya disaat dia memerlukan bantuan sudah membuatmu puas dan senang bukan kepalang. Biarlah dia menjadi kisah indah untukmu yang bisa dinikmati dalam diam.
Bahkan, hingga detik ini kamu masih merenung dan meresapi, apa memang pria dan wanita tidak bisa bersahabat dekat saja sampai mati? Apa memang selalu ada rasa kagum bahkan cinta yang terselip rapi di tengah jalin persahabatan beda jenis kelamin ini? Ataukah Tuhan sengaja menciptakan rasa cinta yang pelik ini dan menempatkannya diantara kamu dan dia supaya semakin terasa nikmat sekaligus nyeri? Ataukah ini salah satu cara-Nya supaya kamu mau meluangkan waktu berdoa tiap malam tanpa harus disuruh lagi?


Senin, 19 Januari 2015

Cerpen

mungkin aku begitu salah. awalnya, menganggap semesta akan berbaik hati mengizinkan sela jemariku yang kosong ini akan menjadi genggaman kuat dengan terisinya jari-jemarimu. begitu percaya diri.

dan percaya adalah sebuah kesalahan, pada akhirnya ia pula memenjarakanku seperti ini.


beberapa bulan (bahkan bisa terbilang tahun) yang lalu, rasanya aku (masih) diizinkan menunjukkan rasa kecintaanku padamu, rasa kagum yang aku sendiri tak tahu kemana dan darimana arahnya. begitulah jika kecintaan itu hadir tanpa punya satupun alasan.


aku mencintaimu. sungguh? kau tak percaya hal itu?

waktu itu aku mudah sekali tersenyum hanya karena sebuah pesan singkat (terkadang aku mengutuki sendiri bahwa itu sebuah autisme) padahal itupun jarang kuterima, lalu aku juga dengan mudahnya berperasangka baik, bahwa memang kamu orang yang begitu sibuk dan mungkin hanya menyempatkan diri pada hal-hal yang bermanfaat, maka tak apa jika aku menjadi penonton setia tanpa harus keadaanku dilihat olehmu.

aku salah.
kecintaanku akan dimatikan setelah ini.

apa yang bisa dilakukan oleh seorang wanita? ya, aku hanya menunggu, dan (mungkin) memanjakan pengharapanku terlalu jauh,
waktu mengantarmu hingga menunjukkan rasa kecintaanmu sendiri. cinta milikmu sendiri. hal yang menyedihkan cinta itu bukan untukku, melainkan kepada orang lain. hal itu seakan-akan mengantarku pada sebuah kematian rasa juga kecewa berkepanjangan.
ternyata tanpa disadari akulah yang telah menyiapkan kematian ini lebih dahulu. sekarang dengan cepat ia sendiri rasa yang awalnya kubangga-banggakan menggebuki asaku hingga hanya menjadi sebuah lelap dalam lahap rasa kecewa ini.

tentu. kecewa itu bukan untuk dirimu atau lainnya, itu hanya tersimpan untuk asaku.

sayangnya kecintaanku itu sulit menyambut kematiannya, ia masih dalam angan kesakit-sakitan akibat tercampakan begitu lama.


bisakah kali ini hanya untuk sekali saja kamu menemaninya untuk menemui kematian itu?
aku mencintaimu dan biarkanlah kecintaanku ini mati.

agar akupun lega, asa ini dapat bertahan dan dapat kusembuhkan luka-lukanya.